Pelestarian Lingkungan Hidup menurut Islam
Islam adalah Diin yang Syaamil (Integral), Kaamil
(Sempurna) dan Mutakaamil (Menyempurnakan semua sistem yang lain),
karena ia adalah sistem hidup yang diturunkan oleh Yang Maha Mengetahui
dan Maha Bijaksana, hal ini didasarkan pada firman ALLAH SWT : "Pada
hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu dan AKU cukupkan atasmu
nikmatku, dan Aku ridhai Islam sebagai aturan hidupmu." (QS. 5 : 3).
Oleh karena itu aturan Islam haruslah mencakup semua sisi yang
dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya. Demikian tinggi, indah dan
terperinci aturan Sang Maha Rahman dan Rahim ini, sehingga bukan hanya
mencakup aturan bagi sesama manusia saja, melainkan juga terhadap alam
dan lingkungan hidupnya.
Pelestarian alam dan lingkungan
hidup ini tak terlepas dari peran manusia, sebagai khalifah di muka
bumi, sebagaimana yang disebut dalam QS Al-Baqarah: 30 (“Dan (ingatlah)
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan
khalifah di bumi.”…). Arti khalifah di sini adalah: “seseorang yang
diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola suatu wilayah, ia
berkewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungannya dengan
Allah baik, kehidupan masyarakatnya harmonis, dan agama, akal dan
budayanya terpelihara”
Di samping itu, Surat Ar-Rahman, khususnya
ayat 1-12, adalah ayat yang luar biasa indah untuk menggambarkan
penciptaan alam semesta dan tugas manusia sebagai khalifah
Ayat
ini ditafsirkan secara lebih spesifik oleh Sayyed Hossein Nasr, dosen
studi Islam di George Washington University, Amerika Serikat. dalam
dua bukunya “Man and Nature (1990)” dan “Religion and the Environmental
Crisis (1993)”, yang disajikan sebagai berikut:
“……Man
therefore occupies a particular position in this world. He is at the
axis and centre of the cosmic milieu at once the master and custodian
of nature. By being taught the names of all things he gains domination
over them, but he is given this power only because he is the vicegerent
(khalifah.) of God on earth and the instrument of His Will. Man is
given the right to dominate over nature only by virtue of his
theomorphic make up, not as a rebel against heaven.”
yang di Indonesiakan:
"......
Man karena itu menempati posisi tertentu di dunia ini. Dia adalah pada
sumbu dan pusat lingkungan kosmik sekaligus master dan penjaga alam.
Dengan diajarkan nama-nama segala sesuatu dia mendapatkan dominasi atas
mereka, tetapi ia diberikan kekuatan ini hanya karena ia adalah khalifah
(khalifah.) Allah di bumi dan instrumen dari kehendak-Nya. Manusia
diberi hak untuk mendominasi atas alam dengan berdasarkan theomorphic
nya make up, bukan sebagai pemberontak melawan surga.
Jelaslah
bahwa tugas manusia, terutama muslim/muslimah di muka bumi ini adalah
sebagai khalifah (pemimpin) dan sebagai wakil Allah dalam memelihara
bumi (mengelola lingkungan hidup).
Allah telah memberikan
tuntunan dalam Al-Quran tentang lingkungan hidup. Karena waktu
perenungan, hanya beberapa dalil saja yang diulas sebagai landasan
untuk merumuskan teori tentang lingkungan hidup menurut ajaran Islam.
Dua dalil pertama pembuka diskusi ini bersumber pada Surat Al An’aam 101 dan Al Baqarah 30.
Dalil
pertama adalah: “Allah pencipta langit dan bumi (alam semesta) dan
hanya Dialah sumber pengetahuannya”. Lalu dalil kedua menyatakan bahwa
manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Perlu
dijelaskan bahwa menjadi khalifah di muka bumi itu bukan sesuatu yang
otomatis didapat ketika manusia lahir ke bumi. Manusia harus membuktikan
dulu kapasitasnya sebelum dianggap layak untuk menjadi khafilah.
Seperti
halnya dalil pertama, dalil ke tiga ini menyangkut tauhid. Hope dan
Young (1994) berpendapat bahwa tauhid adalah salah satu kunci untuk
memahami masalah lingkungan hidup. Tauhid adalah pengakuan kepada
ke-esa-an Allah serta pengakuan bahwa Dia-lah pencipta alam semesta ini.
Perhatikan firman Allah dalam Surat Al An’aam 79:
“Sesungguhnya
aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi
dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”
Dalil ke empat adalah
mengenai keteraturan sebagai kerangka penciptaan alam semesta seperti
firman Allah dalam Surat Al An’aam, dengan arti sebagai berikut, “Segala
puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan
gelap dan terang..”
Adapun dalil ke lima dapat ditemukan
dalam Surat Hud 7 yang menjelaskan maksud dari penciptaan alam
semesta, “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa,….Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya.”
Itulah salah satu tujuan penciptaan lingkungan hidup yaitu agar manusia
dapat berusaha dan beramal sehingga tampak diantara mereka siapa yang
taat dan patuh kepada Allah.
Dalil ke enam adalah
kewajiban bagi manusia untuk selalu tunduk kepada Allah sebagai maha
pemelihara alam semesta ini. Perintah ini jelas tertulis dalam Surat Al
An’aam 102 yaitu, “..Dialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain
Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah
pemelihara segala sesuatu”
Dalil ke tujuh adalah
penjabaran lanjut dari dalil kedua yang mewajibkan manusia untuk
melestarikan lingkungan hidup. Adapun rujukan dari dalil ini adalah
Surat Al A’raaf 56 diterjemahkan sebagai berikut;
“Dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepadaNya……..” Selanjutnya dalil ke delapan
mengurai tugas lebih rinci untuk manusia, yaitu menjaga keseimbangan
lingkungan hidup, seperti yang difirmankanNya dalam surat Al Hijr 19,
”Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung
dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.”
Dalil
ke sembilan menunjukkan bahwa proses perubahan diciptakan untuk
memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Proses ini dikenal dalam
literatur barat sebagai: siklus Hidrologi.
Dalil ini
bersumber dari beberapa firman Allah seperti Surat Ar Ruum 48, Surat An
Nuur 43, Surat Al A’raaf 57, Surat An Nabaa’ 14-16, Surat Al Waaqi’ah
68-70, dan beberapa Surat/Ayat lainnya. Penjelasan mengenai siklus
hidrologi dalam berbagai firman Allah merupakan pertanda bahwa manusia
wajib mempelajarinya. Perhatikan isi Surat Ar Ruum: 48 dengan uraian
siklus hidrologi berikut ini. Hujan seharusnya membawa kegembiraaan
karena menyuburkan tanah dan merupakan sumber kehidupan.
Surat Ar Ruum 48 Siklus hidrologi
Mencakup
proses evaporasi, kondensasi, hujan, dan aliran air ke
sungai/danau/laut, Al-Qur’an dengan sangat jelas menjabarkannya.
Evaporasi, adalah naiknya uap air ke udara. Molekul air tersebut
kemudian mengalami pendinginan yang disebut dengan kondensasi. Kemudian
terjadi peningkatan suhu udara, yang menciptakan hujan. Air hujan
tersebut menyuburkan bumi dan kemudian kembali ke badan air (sungai,
danau atau laut.
Ini dengan jelas digambarkan dalam Al-Qur’an surat ar-Ruum:48 yang berbunyi;
“Allah,
Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan
menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari
celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hambahamba-Nya
yang dikehendakinya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.”
Sebagai
khalifah, sudah tentu manusia harus bersih jasmani dan rohaninya.
Inilah inti dari dalil ke sepuluh bahwa kebersihan jasmani merupakan
bagian integral dari kebersihan rohani. Merujuk pada Surat Al-Baqarah
222; “….sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat, dan
senang kepada orang yang membersihkan diri.” Serta Surat Al-Muddatstsir
4-5; “..dan bersihkan pakaianmu serta tinggalkan segala perbuatan
dosa.”
Meski slogan yang dikenal umum seperti “kebersihan
adalah sebagian dari iman”, banyak diakui sebagai hadis dhaif, namun
demikian, Rasulluah S.A.W. bersabda bahwa iman terdiri dari 70
tingkatan: yang tertinggi adalah pernyataan “tiada Tuhan selain Allah”
dan yang terendah adalah menjaga kerbersihan. Jadi, memelihara
lingkungan hidup adalah menjadi bagian integral dari tingkat keimanan
seseorang. Khususnya beragama Islam.
Mengutip disertasi
Abdillah (2001), Surat Luqman ayat 20 Allah berfirman, “Tidakkah kau
cermati bahwa Allah telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan
sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupanmu secara optimum. Entah
demikian, masih saja ada sebagian manusia yang mempertanyakan kekuasaan
Allah secara sembrono. Yakni mempertanyakan tanpa alasan ilmiah,
landasan etik dan referensi memadai.”
Selain itu,
Abdillah juga mengutip bahwa manusia harus mempunyai ketajaman nalar,
sebagai prasyarat untuk mampu memelihara lingkungan hidup. Hal ini bisa
dilihat Surat Al Jaatsiyah 13 sebagai berikut; “Dan Allah telah
menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung
lingkungan bagi kehidupan manusia. Yang demikian hanya ditangkap oleh
orang-orang yang memiliki daya nalar memadai. Dalil-dalil di atas
adalah pondasi dari teori pengelolaan lingkungan hidup yang dikenal
dengan nama “Teorema Alim” yang dirumuskan sebagai berikut:
Misi
manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah memelihara lingkungan
hidup, dilandasi dengan visi bahwa manusia harus lebih mendekatkan diri
pada Allah. Perangkat utama dari misi ini adalah kelembagaan,
penelitian, dan keahlian. Adapun tolok ukur pencapaian misi ini adalah
mutu lingkungan. Berdasarkan “Teorema Alim” ini, kerusakan lingkungkan
adalah cerminan dari turunnya kadar keimanan manusia.
Rasulullah
S.A.W. dan para sahabat telah memberikan teladan pengelolaan
lingkungan hidup yang mengacu kepada tauhid dan keimanan. Seperti yang
dilaporkan Sir Thomas Arnold (1931) bahwa Islam mengutamakan kebersihan
sebagai standar lingkungan hidup. Standar inilah yang mempengaruhi
pembangunan kota Cordoba. Menjadikan kota ini memiliki tingkat
peradaban tertinggi di Eropa pada masa itu. Kota dengan 70 perpustakaan
yang berisi ratusan ribu koleksi buku, 900 tempat pemandian umum,
serta pusatnya segala macam profesi tercanggih pada masa itu.
Kebersihan dan keindahan kota tersebut menjadi standar pembangunan kota
lain di Eropa.
Contoh lain adalah inovasi rumah sakit dan
manajemennya (Arnold, 1931). Pada masa itu manajemen rumah sakit sudah
sedemikian canggihnya sebagai pusat perawatan dan juga pusat
pendidikan calon-calon dokter. Rumah sakit tersebut sudah memiliki ahli
bedah, ahli mata, dokter umum, perawat, dan administrator. Tercatat 34
rumah sakit yang tersebar dari Persia ke Maroko serta dari Siria Utara
sampai ke Mesir. Rumah sakit pertama yang berdiri di Kairo pada tahun
872 Masehi, bahkan beroperasi selama 700 tahun kemudian. Inovasi bidang
kesehatan ini bahkan berkembang sampai pada penemuan ambulan atau
menurut Arnold (1931) sebagai “traveling hospital”.
Teorema
Alim ini mengandung dua unsur yaitu misi dan tolok ukur. Misi dapat
diemban apabila diiringi visi mendekatkan diri pada Allah dan dibekali
ketajaman nalar, yaitu kelembagaan, keahlian, dan kegiatan. Tolok ukur
yang jelas adalah mutu lingkungan hidup di Indonesia sebagai
rambu-rambu untuk menilai keberhasilan pelaksanaan misi manusia yaitu
mencegah bumi dari kerusakan lingkungan.
Dapat dikatakan
Indonesia telah memiliki perangkat yang cukup untuk mencapai misi yaitu
kelembagaan dalam bidang lingkungan hidup (Menteri Negara Lingkungan
Hidup, Pusat Studi Lingkungan Hidup, dan lainnya), tak terbilang jumlah
doktor yang mendalami ilmu lingkungan, serta intensitas yang tinggi
dalam penelitian lingkungan. Namun simaklah sekali lagi berbagai
persoalan lingkungan hidup di Indonesia berikut ini. Menatap langit di
sepanjang jalan Sudirman, seorang awam sudah tahu bahwa udara Jakarta
memang beracun. Penyakitpun datang silih berganti, dan kali ini
penyakit mematikan seperti HIV, SAR, demam berdarah, dan flu burung
berjangkit di mana-mana.
Terlebih lagi air sungai sungguh
sangat kotor karena pembuangan sampah padat. Sungai Ciliwung,
misalnya, setiap hari menampung 1,400 M3 sampah (Kompas, 1996). Hal ini
berarti bahwa kurang lebih 200-400 truk membuang sampah padat ke
sungai tersebut setiap harinya! Pelayanan air minum juga sangat rendah.
Alim (2005) melaporkan bahwa baru sekitar 40 persen penduduk mendapat
pelayanan air bersih, dan dari total volume air yang disalurkan hanya
20% yang layak digunakan karena umumnya air yang sampai ke rumah masih
berlumpur.
Hal ini diperburuk oleh kondisi pemerintahan
di Indonesia karena aparat yang ingkar amanah. Salah satu contoh
kebohongan pemerintah adalah kasus kebakaran hutan. Soentoro (1997)
melaporkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1997 telah
menghanguskan 1 juta hektar hutan, nyatanya pemerintah melaporkan
300,000 hektar saja. Masalah tidak transparannya birokrasi sudah lama
mengganjal jalannya roda pemerintahan. Sudah jelas bahwa ketajaman nalar
yang tidak diiringi oleh kadar keimanan tinggi serta jauhnya umat
Islam dari Allah, telah menciptakan masalah lingkungan hidup.
Menyadari
runyamnya masalah lingkungan hidup, langkah pertama pemecahannya
adalah peningkatan “ukhuwah” (kerjasama) antar ilmuwan dan alim-ulama
agar bahu-membahu mampu mengemban amanat Allah untuk memelihara bumi.
Salah satu hasil kerjasama tersebut adalah program pelatihan bagi para
tokoh agama untuk memperdalam wawasan lingkungan hidup. Solusi jangka
pendek lainnya adalah penyusunan program pemeliharaan lingkungan
sebagai materi khutbah jumat, serta penerbitan fatwa untuk menghentikan
pencemaran sungai.
Untuk jangka panjang perlu digarap
sektor pendidikan dimana perlu dikembangkan bidang ilmu ataupun
kurikulum yang menjadian ilmu pelestarian lingkungan hidup adalah
bagian integral dari kajian ajaran Islam. Pengembangan disiplin ini
juga perlu mempertimbangkan ukhuwah yang bersifat internasional, karena
persoalan lingkungan hidup juga telah membebani negara muslim lainnya.
Dengan pendidikan akan tumbuh kesadaran bahwa lingkungan hidup bukan
bidang yang menjadi monopoli peradaban barat, tetapi merupakan bagian
integral dari keimanan[5].
Salah satu contoh pendekatan
pelestarian lingkungan melalui Al-Qur’an dan Al-Hadits yang berhasil
adalah di Tanzania. Bekerjasama dengan CARE-organisasi bantuan untuk
memberantas kemiskinan di dunia-IFEES menggelar pertemuan dengan para
pemuka agama dan para nelayan untuk mendiskusikan bagaimana hubungan
antara ayat-ayat yang ada dalam al-Quran dengan pemanfaatan sumber daya
alam dan lingkungan. Dengan menggunakan ayat-ayat al-Quran serta
hadist, mereka berusaha meyakinkan para nelayan untuk tidak lagi
menggunakan dinamit, jala dan tombak ketika menangkap ikan.
IFEES
juga bekerjasama dengan Misali Island Conservation (MICA)-lembaga yang
bergerak dalam perlindungan terumbu karang-untuk melatih para
imam-imam masjid di Tanzania agar mampu menyampaikan pesan tentang
pentingnya menjaga kelestarian lingkungan lewat khutbah-khutbah Jumat
mereka. IFEES yang berbasis di Inggris, adalah salah satu organisasi
yang pada tahun 1998 meluncurkan proyek penyadaran kelestarian
lingkungan dengan menggunakan basis ajaran Islam. "Kami mencari
ajaran-ajaran yang sudah terlupakan itu dan mengumpulkannya kembali
dalam bentuk yang modern, " kata Khalid.
"Saya sekarang
tahu bahwa cara saya menangkap ikan selama ini sudah merusak
lingkungan. Konservasi ini bukan dari mzungu (kata untuk menyebut orang
kulit putih dalam bahasa Swahili, yang digunakan di seluruh Afrika
Timur-red), tapi dari al-Quran, " ujar Salim Haji, seorang nelayan di
sebuah pulau kecil. Proyek ini membuahkan hasil setahun setelah
diluncurkan, terutama di Misali dan kepulauan Zanzibar yang didominasi
warga Muslim. Saat ini, banyak nelayan di Misali yang sudah mengganti
alat penangkap ikannya dengan alat yang lebih ramah lingkungan dan tidak
bertentangan dengan ajaran Islam.